Komisi VII Minta Pemerintah Utamakan Kebutuhan Gas Dalam Negeri

02-06-2009 / KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie (F-PAN) meminta pemerintah mengutamakan kebutuhan gas dalam negeri dari pada melakukan ekspor. Hal tersebut ditegaskan Alvin Lie saat Rapat Kerja antara Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartarto (F-PG) di DPR, Selasa (2/6). “Lebih baik pemerintah mengutamakan kebutuhan gas dalam negeri dari pada untuk ekspor,” tegasnya. Kebijakan gas nasional, tandas dia, amat tergantung pada kemauan pemerintah. Dia mengatakan, kebutuhan pabrik pupuk, PT Perusahaan Listrik Negara (persero), dan perusahaan lain di dalam negeri tercatat hanya sekitar 7% dari total volume produksi. ”Masa untuk memenuhi kebutuhan 7% tidak bisa?” ujarnya. Menurut Alvin, kebutuhan gas dalam negeri sebetulnya bisa tercukupi asalkan pengalokasiannya tepat. ”Kalau semua diekspor, habislah kita, yang penting kebutuhan dalam negeri dipenuhi dulu, sisanya bisa diekspor, saat ini tinggal kemauan politik pemerintah untuk memastikan kebutuhan gas domestik tercukupi,” katanya. Sementara itu, Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro dihadapan Komisi VII menjelaskan, saat ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyelesaikan neraca gas yang memetakan kondisi dan permintaan gas di suatu wilayah tertentu sampai 2020. ”Dengan adanya gas balanceini kita bisa melihat spot-spot mana yang defisit dan mana yang tidak. Dari situ kita bisa menentukan yang defisit itu berasal dari mana,” ujar Purnomo Yusgiantoro Purnomo menambahakan, pembahasan neraca gas tersebut sudah disepakati dengan seluruh pemangku kepentingan. Neraca gas tersebut sedikit berbeda dengan neraca gas yang dibuat sebelumnya. Neraca gas terbaru ini akan memetakan antara kondisi dan permintaan gas di suatu wilayah tertentu hingga 2020. Selain itu, ada juga perubahan wilayah gas yang dipetakan. ”Neraca gas sebelumnya hanya sampai 2015,sedangkan neraca gas ini sampai 2020. Dalam neraca gas ini juga ada perubahan sedikit mengenai wilayahnya,” jelas dia. Dari neraca gas tersebut tampak bahwa Indonesia masih kekurangan gas sebanyak 477,6 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun,neraca gas tersebut belum memasukkan potensi gas metana batu bara (coal bed methane/CBM). Dalam neraca gas tersebut kebutuhan dan pasokan gas nasional dibagi dalam 11 wilayah. Dari 11 wilayah tersebut, sebanyak tiga wilayah dinyatakan defisit gas, empat wilayah seimbang, dan empat lagi surplus gas. Tiga wilayah yang defisit adalah Sumatera bagian utara (defisit 26,5 MMSCFD),Papua (defisit 1 MMSCFD), dan Kalimantan Timur (Kaltim) (defisit 450,1 MMSCFD). Defisit gas di Kaltim terjadi karena gas dari wilayah tersebut telah terkontrak untuk diekspor ke luar negeri. Sementara empat wilayah yang seimbang gasnya adalah NAD, Sulawesi bagian selatan, Sulawesi bagian tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Adapun empat wilayah yang surplus adalah Natuna (surplus 30 MMSCFD), Sumatera Tengah- Selatan-Jawa Barat (surplus 152 MMSCFD), Jawa Tengah (surplus 0,7 MMSCFD),dan Jawa Timur (1,1 MMSCFD). Terkait dengan pemetaan tersebut, Purnomo merekomendasikan agar kalangan industri segera melakukan penyesuaian. Hal ini dirasa penting untuk menghindari kekurangan pasokan gas yang sering dikeluhkan industri. ”Jadi industri yang mengikuti energi, bukan energi yang mengikuti industri,” tandas Purnomo. Berdasarkan neraca gas tersebut, Purnomo menyarankan agar industri dikembangkan di daerah surplus seperti Sulawesi dan Jatim. Sementara untuk daerah yang kekurangan gas, lanjut Purnomo, hal itu tak hanya berkaitan dengan masalah permintaan dan penawaran, tapi juga berhubungan dengan persoalan teknis. Dia mencontohkan daerah Jawa Barat, pemilik banyak industri keramik, yang sering mengeluhkan seretnya pasokan gas. Padahal, daerah itu tercatat mengalami surplus 152 MMSCFD.”Di daerah ini pasokannya positif, tapi terkendala infrastruktur,” jelasnya.(olly)
BERITA TERKAIT
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...
Legislator Komisi VII Dorong Kemenperin Tuntaskan Masalah Over-capacity Semen
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Erna Sari Dewi mendesak Kementerian Perindustrian untuk serius menangani masalah kelebihan kapasitas...
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....